Berbilang beberapa hari lagi, edisi ketiga Palu Rockin’ Fest dilaksanakan. Akbar Tabaro selaku juru masak utama yang mengatur dan mengendalikan hajatan tersebut makin sibuk. Sepanjang wawancara bersama Lengaru.id, Jumat (15/8/2025) malam, ponselnya tak henti berbunyi. Sesekali ia mengeceknya, lalu menaruhnya kembali di atas meja.
Malam itu meja yang biasa ia gunakan untuk mengobrol dengan para bintang tamu siniar video “Ruang Jawab” sudah dipindahkan ke teras studio.
“Untuk sementara jadi tempatnya kitorang rapat. Soalnya kalau di dalam, teman-teman yang datang meeting merokok semua. Nandasa mata. Perih,” ujarnya memberikan alasan.
Alasan lain juga ia ungkapkan soal mengapa pergelaran ini timbul tenggelam alias tidak rutin terselenggara. "Banyak absen lantaran kesibukan dan ketidaksiapan waktu itu," kata Akbar memberikan dalih.
Mengenakan kaos putih berpadu celana training abu-abu muda, pria berumur 33 tahun itu mengungkap beberapa isi dapur PRF. Simak hingga titik terakhir petikan obrolan kami.
Sejarah awal Palu Rockin’ Fest seperti apa?
Setelah habis menonton Rock in Celebes 2013 di Makassar, saya, Rian Irade (Moraya Kreatif), dan Andika Pramulia (penggagas Festival Titik Temu) ada ba kumpul cerita-cerita di Ruang28, Jalan Ki Hajar.
Rian punya ide bikin festival yang merepresentasikan Palu, seperti Rock in Solo dan Kukar Rockin' Fest. Akhirnya kami bikin edisi perdana PRF tanggal 30 Agustus 2014. Waktu itu saya masih pakai nama Warna Warni Organizer.
Berarti itu cikal bakal Battleboom Entertainment yang kemudian mengadakan PRF?
Bukan. Battleboom Entertainment itu ada 2019. Setelah acara PRF yang pertama, Warna Warni sudah saya bubarkan. Saya vakum bikin acara.
Pas ada lagi gairahku bikin event, saya ajak Dede (Aqsha Aulia, red) dari Battleboom Store bikin EO baru. Soalnya selama ini dia juga jadi kolaboratorku setiap bikin event. Jadilah Battleboom Entertainment. Kami bikin PRF edisi kedua tahun 2020.
Khusus PRF 2025, persiapannya bermula sejak kapan?
Pas masuk bulan puasa tahun ini (Maret 2025), muncul ulang niat bikin PRF. Teman-teman juga kasih sokongan penuh. Akhirnya mulai bikin proposal acara untuk disebarkan kepada para sponsor. Pokoknya sistem lempar pukat. Ternyata tidak ada yang ta sangkut.
Walaupun begitu, tanggal 30 Mei saya memberanikan diri unggah postingan acara di akun Instagramnya PRF. Teksnya “Coming Soon”.
Ternyata responsnya bagus. Kurun waktu tiga jam sejak kami posting pengumuman itu, views-nya tembus 20 ribu. Banyak komentar yang mengaku tidak sabar mau menonton. Itu bikin saya tambah semangat.
Padahal waktu itu belum ada kepastian dapat sponsor?
Sebenarnya tanpa dana dari sponsor acara ini bisa tetap jalan. Cuma, kan, tidak enak kelihatannya running acara tanpa sponsor. Makanya pas bikin pengumuman tanggal acara, kami coba lebih giat cari sponsor. Ada dua perusahaan besar yang memberikan tanggapan, tapi belum bisa kasih kepastian. Mulai naik asam lambungku. Ha-ha-ha.
Kelanjutannya bagaimana?
Tiba-tiba ada seorang petinggi perusahaan rokok menghubungi saya. Mereka tertarik mau jadi sponsor utama. Saya sampaikan kalau saya inginnya PRF ini berbeda dibandingkan yang lain. Saya berharap supaya PFR ini dipayungi oleh Super Music. Alhamdulillah harapanku itu terwujud.
Setelah dapat sponsor mulai merekrut barisan pengisi acara?
Jauh sebelum deal dengan sponsor saya sudah kontrak semua artis yang akan main. Waktu itu hanya venue acara yang kami belum deal.
Apa pertimbangan menghadirkan Endank Soekamti, Stereowall, dan Closehead sebagai headliners?
Sejujurnya, awalnya saya hanya mau mengundang Endank Soekamti. Alasannya simpel; saya suka dorang. Lalu mudah sekali menghubunginya karena ada teman-teman dari Palu di Jogja sana yang dekat dengan mereka.
Stereowall dan Closehead?
Saya coba lis band-band yang sedang naik daun dan aktif manggung. Ada banyak nama muncul dalam daftar. Cuma memang kendalanya itu soal jadwal dan honorarium. Contohnya For Revenge. Saya mau sekali undang dorang. Cuma mereka tidak bisa karena sudah ada jadwal manggung di tempat lain. Akhirnya dapat dua band tadi.
Di tengah jalan Stereowall batal tampil karena alasan kesehatan vokalisnya. Kami ganti dengan Defy. Salah satu band kebanggaannya anak-anak Palu.
View this post on Instagram
Total ada berapa band dari Palu atau Sulteng yang dilibatkan?
Pertama kami buka submit untuk band yang berminat main di PRF 20205. Dari total 50 band yang mendaftar, kami kurasi lagi. Akhirnya terpilih 20 band. Setelah itu saya invite lima band; Sick Stupid, Scarhead Barricade, KB18, Prince of Mercy, dan CMGN. Pertimbangannya lagi-lagi karena saya suka dengan band-nya.
Sepanjang mempersiapkan PRF 2025, hal apa yang paling bikin stres?
Mendatangkan penonton. Saya monitor terus perkembangan jumlah tiket yang sudah terjual. Makanya kenapa harga tiket kami jual Rp80 ribu untuk dua hari (early bird, red.), supaya terjangkau di kantong banyak orang. Jadinya banyak yang bisa menonton. Kalau mau lihat skalanya, mungkin festivalnya kitorang ini sudah yang harga tiketnya paling murah.
Bagaimana dengan mengurus sekian banyak band?
Memang harus menyatukan frekuensi, terutama untuk band submit. Menurut pemahamanku, band submit itu datang dengan kerelaan bermain tanpa menerima honor. Timbal baliknya, selain mereka bisa memanfaatkan panggung dan acara ini untuk presentasi karya di hadapan banyak penonton, kami siapkan juga segala keperluan teknis mereka saat main di panggung. Namun, ada juga beberapa band yang datang mendaftar, mereka kasih harga sama saya.
Respons kalian?
Saya bilang jujur belum bisa menyediakan honorarium untuk band yang submit. Bagi yang tidak menerima keputusan itu, kami tidak masalah jika mereka memutuskan batal main. Untungnya ada lebih banyak band yang sepemahaman dengan kami. Extace dan Glint waktu meeting malah bilang terima kasih sudah dikasih kesempatan main di PRF 2025.
Ada target jumlah penonton?
Targetku bisa dapat 5000 penonton dari total kapasitas 10.000 orang yang muat di area parkir Palu Grand Mall. Jujur-jujuran, kejar target itu yang bikin naik lagi asam lambung. Ha-ha-ha.
Untung ada teman-teman ba kasih kuat. Dorang bilang tipikal penonton konser atau festival di Palu ini suka beli tiket pas dekat hari. Malah ada juga yang lebih suka antrean beli tiket pas di venue.
Kenapa hingga sekarang belum menyatakan Palu Rockin’ Fest sebagai festival rock terbesar di Palu?
Masih belum percaya diri. Walaupun sebenarnya cita-citaku mau bikin PRF ini jadi yang terbesar di Palu. Semisal pas acara ini saya bisa dapat minimal 3000 penonton, tahun depan mungkin saya sudah berani mengklaim begitu. Soalnya dua PRF yang sudah kitorang bikin, jujur saja amsyong terus. Ha-ha-ha.
Akan seperti apa Palu Rockin’ Fest 2025?
Kami siapkan panggung utama berdimensi 10x12 meter. Kapasitas tata suaranya 30 ribu watt. Backdrop panggung sama sisi kiri dan kanannya kami pasang videotron. Kami juga sedang mengupayakan pakai 64 lampu tembak (light beam). Di sekitar panggung kami sediakan banyak aktivasi hiburan dan area makan minum. Peningkatannya bak langit dan bumi dibandingkan PRF edisi 2020.
Palu Rockin’ Fest ini harapannya mau dibawa sebesar apa?
Harapanku ini bisa jadi salah satu intellectual property kebanggaannya torang di Palu, terutama dalam penyelenggaraan sebuah festival musik.
Jadi, saat kitorang menonton festival musik metal di kota-kota lain, kitorang bisa berbangga karena di Palu juga ada acara dengan kemasan dan skala produksi yang sama. Itu harapanku sebenarnya.
Barometerku dari dulu hingga sekarang tetap Hammersonic Festival. Apalagi bandaranya kita sekarang sudah internasional. Siapa tahu nanti PRF juga bisa undang band dari luar negeri.
