Logo LENGARU.ID
Fitur Tutur Siar Ide
Rusdy Mastura: Saya Terlalu Pangkasian Orang

Terbiasa membaca buku-buku tentang dinamika politik sejak kecil, takdir kemudian membawa Rusdy Mastura menjadi politisi tulen.

Oleh Andi Baso Djaya
1 Agustus 2025 16:04 Tutur
Bagikan ke:

Sudah berlalu sekitar lima bulan sejak berakhirnya masa jabatan sebagai gubernur Sulawesi Tengah 2020–2025. Rusdy Mastura, kini 75 tahun, memilih menghabiskan waktunya dengan berkebun. Sesekali juga ia menengok Sangganipa Glamping Resort miliknya yang berlokasi di Desa Towale, Dusun 4, Donggala.

Kala mengunjungi kediamannya di Jalan Lagarutu, Kecamatan Mantikulore, Palu, Jumat (18/7/2025) malam, Bung Cudy—demikian sapaan akrabnya—tampil santai mengenakan kaos hitam berpadu celana puntung.

Tumpukan buku tampak memenuhi meja bundar di samping tempat kami duduk. Kebanyakan buku tentang religi Islam. Terselip juga beberapa novel karya Buya Hamka, pahlawan nasional dan tokoh penting Partai Masyumi yang diidolakannya.

“Saya ini dari kecil sudah suka membaca. Makanya coba liat isinya perpustakaanku. Banyak sekali buku. Waktu kecil saya suka membaca buku-buku tentang sejarah Islam. Tahun berapa Kerajaan Islam kalah di Andalusia? Tahun 1492. Tahun berapa Kerajaan Islam menundukkan Konstantinopel? Tahun 1453. Saya masih hapal semua itu karena saya punya bacaan sejak masih kecil,” katanya penuh semangat dengan suara seraknya yang khas.

Ada banyak hal yang kami obrolkan dengan politisi senior yang terlahir dengan nama Ibnu Rusyd Mas'ad ini. Gaya bicaranya ceplas-ceplos. Keluar semua. “Pokoknya kalau ada yang kamorang anggap tidak boleh (dimuat), kamu potong saja ee,” katanya mengingatkan. Berikut petikan obrolan kami.

Rusdy Mastura kini banyak menghabiskan waktu menengok kebun dan resornya di Donggala (Sumber: Gilang Riswandi/Lengaru.id)

Kenapa sejak kecil suka membaca buku, terutama yang bertema politik?

Karena papaku itu pengurus Partai Masyumi. Beliau suka membaca buku-buku politik. Akhirnya saya jadi ikut terbawa. Sebenarnya pas remaja saya juga membaca buku-buku cersil karangannya Kho Ping Hoo.

Ada waktu tertentu kapan membaca buku?

Paling sering saya membaca kalau dalam perjalanan. Misalnya di dalam pesawat.

Bung Cudy juga hobi bermain sepak bola?

Gara-gara keasyikan main bola itu sudah kuliahku terlantar. Pertama saya kuliah di Universitas Kristen Indonesia (UKI). Ambil jurusan teknik sipil. Main bola satu tim dengan Anjas Asmara (legenda Persija Jakarta, red.). Hanya sampai tingkat tiga. 

Setelah itu saya ikut tes penerimaan mahasiswa di Universitas Indonesia. Ambil jurusan ekonomi. Ternyata diterima. Wah, sebuah kebanggaan, kan. Akhirnya saya pindah ke UI. Sama juga, lebih senang main bola akhirnya. Cuma bertahan dua semester saja saya kuliah di UI.

Posisiku di lapangan sebagai pemain bertahan. Jadi kalo diibaratkan timnas Jerman Barat, gaya mainku seperti Berti Vogts.

Waktu berhenti kuliah, tidak langsung pulang ke Palu?

Tidak. Saya bergaul di Jakarta. Bergaul dengan segala macam orang. Termasuk dengan Yapto Soerjosoemarno (tokoh utama Pemuda Pancasila, red.).

Bagaimana awalnya kenal dengan Yapto?

Waktu masih kuliah di UKI, ada insiden saya kejar salah satu juara karate di UKI dengan badik. Nah, Yapto itu yang datang melerai. Dia minta saya serahkan badik. Setelah saya lihat matanya, dalam hati saya bilang, “Oh, bagus ini orang.” Akhirnya saya serahkan badik yang saya pegang sama dia.

Sejak saat itu saya akrab dengan Yapto. Ibaratnya saya jadi salah satu penjaganya. Berkenalan dengan “jago-jago” Jakarta kala itu. Setelah puas berpetualang di Jakarta, awal dekade 80-an saya memutuskan pulang ke Palu. Saya dapat kepercayaan dari Yapto untuk membentuk Pemuda Pancasila di Sulteng.

Waktu itu langsung aktif terjun ke dunia politik?

Belum. Langkahku masuk dunia politik ini mengikuti perjalanan takdir saja. Bergaul terus hingga akhirnya saya masuk jadi kader Golkar. 

Apa alasan tertarik masuk partai politik?

Mungkin karena sejak masih kecil saya suka baca buku tentang tokoh-tokoh dan pergulatan dunia politik. Kemudian waktu itu juga saya sudah jadi Ketua Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila Sulteng. Akhirnya ketertarikan itu muncul. Banyak teman-teman juga yang ajak masuk parpol. 

Akhirnya saya masuk Golkar dan bertahan di sana hingga masa reformasi ketika banyak teman partai yang keluar meninggalkan Golkar. Saya tinggalkan Golkar waktu itu bertepatan Ketua Umum Golkar Setya Novanto masuk penjara. Sudah merasa tidak cocok.

Sekian puluh tahun berkecimpung dalam dunia politik, apa hal yang tidak mengenakkan dalam dunia politik?

Seperti kejadian kemarin waktu pemilihan gubernur. Saya ke Partai Gerindra, tapi tidak dicalonkan oleh Gerindra. Malah orang lain yang dicalonkan. Itu, kan, rasanya menyesakkan. Kalau soal adanya faksi-faksi dalam internal partai, sudah saya anggap hal yang biasa. 

Rusdy Mastura saat dilantik jadi wali kota Palu, 2010 (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Setelah semuanya lewat, bagaimana sekarang Bung Cudy menjalani hari mengisi waktu pensiun?

Saya banyak menghabiskan waktu dengan berkebun. Kebun saya ada di Donggala. Isinya kacang, kelapa, mangga, cabai. Ada juga kebun durian di Palolo. Biasa juga saya ke resor di Pusat Laut, Donggala. Melihat indahnya pemandangan. Kamorang kapan-kapan harus datang ke sana.

Berarti sekarang setelah bangun pagi, aktivitasnya apa?

Semisal saya menginap di kebun yang ada di Donggala, setelah bangun pagi itu saya bisa puas liat pemandangan dan hamparan tanaman hijau di kebun.

Apa bedanya kondisi sekarang setelah menjabat jadi gubernur dengan waktu itu selesai jadi Wali Kota Palu?

Waktu saya selesai menjabat Wali Kota Palu, saya langsung ke Jakarta. Di Jakarta ada yang menawari saya gaji Rp30 juta per bulan tanpa harus masuk kerja.

Siapa yang menawari itu?

Ada, lah, teman. Selalu saja ada teman saya yang baik hati tiba-tiba datang kasih uang. Namanya waktu itu sudah tidak punya jabatan, jadi tidak pusing mau ada yang tangkap. Kalau masih ada jabatan, kan, bisa jadi KPK so senter karena dianggap gratifikasi.

Berarti sekarang sudah tidak mengikuti dinamika politik di Sulteng?

Tetap juga masih. Kadang-kadang juga ada beberapa orang yang tanya atau minta pendapat. Biasanya soal kepimpinan gubernur yang baru sekarang. Kalau saya jujur saja selalu bilang mari kita membantu beliau memimpin daerah kita ini.

Prinsip saya itu selalu terbuka untuk membantu dan memberikan dukungan. Yang sudah lalu itu (persaingan ketika pilwagub, red.) biarkan berlalu. Mari kita berikan kesempatan kepada pemimpin baru terpilih ini untuk berkonsolidasi. Namanya orang baru menjabat, pasti butuh konsolidasi. Pelan-pelan.

Kepada yang muda-muda juga selalu saya bilang, apa pun organisasi atau partai politiknya, paling penting itu bagaimana konsolidasinya. Parpol atau caleg bisa menang Pemilu dan Pilkada juga tergantung sebagus apa konsolidasi mereka. 

Nah, bagaimana melihat sistem kerja parpol sekarang dalam merekrut kader baru?

Terus terang, dari beberapa parpol yang saya pernah masuki, hanya Golkar yang betul-betul saya memulainya lewat pengkaderan. Padahal seharusnya kalau masuk parpol harus bermula dari ikut pengkaderan terlebih dahulu.

Sekarang ini sudah tidak begitu lagi. Siapa saja yang punya doi (uang) dan popularitas bisa masuk partai tanpa harus melalui pengkaderan. Makanya ada kerinduan dan harapan saya agar proses rekrutmen parpol kembali melalui pengkaderan.

Rusdy Mastura selaku Ketua Umum Persipal saat bertemu Gubernur Sulteng Anwar Hafid (Sumber: instagram.com/persipal_palu)

Berarti sekarang Bung Cudy sudah tidak menjadi anggota parpol?

Sebenarnya masih. Sampai sekarang SK saya sebagai dewan pembina Gerindra belum dicabut. Beberapa parpol juga masih ada yang menawari saya jadi pengurus. Cuma saya rasa usia saya sudah terlalu tua. 

Kalau kilas balik sejenak, apa kelemahannya Bung Cudy sebagai seorang pemimpin?

Saya terlalu pangkasian orang. Terlalu gampang mengasihani orang. Saya menyadari itu. Cuma kalau ada orang yang pernah bikin salah sama saya datang minta maaf, pasti saya maafkan. 

Kenapa saya bersikap seperti itu, bukan hanya karena saya orangnya tidak pendendam, tapi karena saya ingin menanamkan nilai sportifitas. Tidak boleh ada sentimen. Yang sudah berlalu biarkan berlalu. 

Bicara soal nilai, apa nilai-nilai yang ditanamkan kedua orang tua yang hingga sekarang masih Bung Cudy pegang teguh?

Sebagai pribadi, saya ingat pesannya orang tuaku yang bilang, “Nak, kau ini anak laki-laki. Kalau anak laki-laki, mulutnya yang dipegang. Kalau mau luka, luka dari depan jangan dari belakang.” 

Pesan itu saya pegang terus, bahkan ketika masuk dalam dunia politik dan menjabat sebagai kepala daerah. Tahu sendiri, kan, politik ini banyak juga main kelo dari belakang. Saya tidak seperti itu. Kalau mau konfrontasi dari depan.

Bagaimana perasaanmu setelah membaca artikel ini?
Suka
3
Jatuh cinta
1
Lucu
0
Sedih
0
Kaget
0
Marah
0
REKOMENDASI